Susu kental manis atau sering disingkat menjadi SKM ternyata masih banyak diandalkan para ibu sebagai pengganti ASI atau pelengkap ASI. Padahal, seharusnya ASI full harus diberikan hingga 2 tahun jika memungkinkan dan SKM tidak dianjurkan untuk anak usia di bawah 1 tahun.
Permasalahan SKM untuk pengganti ASI
Penemuan SKM oleh Gail Borden adalah salah satu efek Perang Sipil. Pada saat penemuannya, SKM diperuntukkan bagi para tentara saat Perang Sipil. Penambahan gula sebagai zat pengawet susu membuatnya memiliki masa simpan yang lebih panjang dan dapat didistribusikan tanpa risiko tumpah. Akan tetapi, pada perkembangannya SKM diberikan pada balita, bahkan pada bayi usia menyusui ASI eksklusif.
Baca juga: Bahaya Gula Putih Biasa
Permasalahan SKM untuk pengganti ASI masih banyak dijumpai di beberapa daerah di Indonesia, termasuk Jakarta dan Jawa Barat. Menurut survei Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia (YAICI) dan Majelis Kesehatan PP Aisyiyah, masih terdapat 25,7% ibu yang memberikan SKM pada balita di Jakarta, sedangkan di Jawa Barat yaitu sebanyak 28%. Dari hasil survei yang dirilis CNN Indonesia (20/11/2020) yang melibatkan 1.268 ibu dan balita.
Sebanyak 341 ibu atau 26,9% di DKI Jakarta dan Jawa Barat menganggap bahwa susu adalah SKM. Fakta yang miris yaitu ditemukan 60% anak usia 0-2 tahun sudah diberi SKM. Padahal, usia tersebut adalah usia yang masih dianjurkan untuk diberi ASI. Fakta lain yang mengejutkan yaitu sekitar 65% responden memberikan SKM lebih dari sekali dalam sehari.
Iklan dan strategi marketing SKM membantu pembentukan persepsi para orang tua
Ketua YAICI, Arif Hidayat, S.E., M.M., mengatakan bahwa persepsi salah mengenai SKM telah berlangsung berpuluh- puluh tahun. Persepsi yang sudah mendarah daging tersebut memang membutuhkan usaha yang lebih ekstra untuk diluruskan.
Bahasa iklan dan strategi marketing seringkali tidak berfokus pada kesehatan jangka panjang target pasarnya. Iklan SKM sejak dahulu kala dibuat sedemikian rupa sehingga membentuk persepsi para penontonnya bahwa SKM itu menyehatkan dan nikmat. Selain itu, seringkali iklan SKM menonjolkan berbagai macam kandungan gizi yang dibutuhkan oleh anak. Padahal, SKM selalu memiliki kandungan gula yang tinggi dan gizinya pun bisa didapatkan dengan cara fortifikasi atau pengayaan gizi yang tidak terkandung dalam makanan tersebut.
Menurut WHO, idealnya MPASI diperkenalkan setelah bayi menginjak usia 6 bulan. Sebelum usia itu, maka para ibu dianjurkan untuk memberikan ASI eksklusif untuk buah hatinya. Akan tetapi, tidak semua bayi bisa mendapatkan ASI eksklusif, baik karena tidak memiliki sosok ibu atau ASI ibu memang tidak bisa keluar. Solusi permasalahan itu adalah ditemukannya susu formula pada awal abad ke-20.
Ikatan Dokter Indonesia mengungkapkan bahwa SKM dibuat melalui proses penguapan dengan kandungan protein rendah dan kadar gula tinggi. Mengutip dari tirto.id, kandungan gula dalam satu porsi SKM melebihi 50% total kalorinya. Padahal, menurut WHO, aturan konsumsi gula tambahan tidak boleh melebihi 10% total kalori harian. Protein dalam SKM pun lebih rendah daripada susu formula bubuk.
Edukasi pentingnya pemberian ASI
Pemberian ASI pada anak di bawah 2 tahun merupakan salah satu upaya untuk mencegah 1,4 juta kematian setiap tahunnya pada balita di negara berkembang (Black dkk., 2008). Menurut IDAI, pemberian susu untuk anak di atas 1 tahun, baik itu ASI ataupun susu lain hanya boleh diberikan maksimal 30% dari total kalori harian.
Mengutip dari Media Indonesia, konsumsi SKM telah merenggut korban gizi buruk di Batan dan Kendari. Korban gizi buruk tersebut adaah bayi berusia 0-23 bulan. Bahkan, seorang bayi berusia 10 bulan meninggal dunia akibat kekurangan gizi.
Beberapa kekurangan gizi yang dapat terjadi pada anak- anak akubat SKM yaitu beriberi (kekurangan vitamin B1), batu ginjal pada anak yang berasosiasi dengan rendahnya keberagaman makanan usia MPASI. Mengutip dari penelitian yang dipublikasikan dalam PLoS One, kekurangan ASI menjadi salah satu penyebab tingginya kasus malnutrisi dan kematian bayi.
Terkadang, pengambilan keputusan tentang ASI dipengaruhi oleh pihak keluarga. Sebuah penelitian yang dilakukan di Laos mengungkapkan hasil bahwa dalam mengambil keputusan, ada pengaruh dari keluarga ayah bayi. Ibu yang memberikan ASI (kolostrum) pada bayinya memiliki potensi yang lebih kecil untuk memberikan pengganti ASI.
Edukasi tentang pentingnya ASI bukan hanya harus dikomunikasikan kepada para ibu, tetapi juga para ayah. Ayah, selain sebagai kepala keluarga juga menjadi salah sata support system terpenting dan terdekat bagi istrinya. Peran ayah untuk memberikan dukungan menyusui ASI eksklusif dalam berbagai bentuk dapat membantu meningkatkan kesadaran akan pentingnya pemberian ASI.
Jadi, yuk sama- sama kita dukung para ibu untuk menyusui bayinya selama 2 tahun sekaligus memberikan edukasi tentang pentingnya ASI. SKM bukan menjadi jalan alternatif pengganti ASI, melainkan
Saya percaya bahwa keterbukaan dan keterlibatam serta berkomitmen untuk menyajikan konten yang informatif, inspiratif, dan berguna bagi pembaca. Melalui setiap artikel, saya berusaha membantu Anda memberikan inspirasi dan motivasi untuk mengatasi masalah dan membawa perubahan positif serta memberikan wawasan yang berharga.