Penggunaan Pestisida- Penggunaan pestisida yang tidak rasional telah terbukti ikut menimbulkan masalah terhadap ekosistem.
Pestisida adalah bahan-bahan kimia yang digunakan untuk membasmi serangga “insektisida”, tumbuh-tumbuhan “herbisida”, jamur dan lumut “fungisida”, tikus besar dan kecil “rodentisida”, kutu “akarisida”, bakteri “bakterisida”, burung “avisida”, cacing gelang “nematisida”, atau bahan lain yang digunakan untuk membunuh binatang yang tidak dikehendaki, yang sengaja ditambahkan ke lingkungan.
Penggunaan pestisida telah diakui memberi keuntungan bagi manusia, namun mengingat bahaya yang ditimbulkan perlu pertimbangan suatu penggunaan pestisida yang rasional.
Contoh masalah penggunaan pestisida, yaitu sampai tahun 1955 sekitar 100 juta manusia di seluruh dunia terinfeksi oleh malaria, penggunaan insektisida DDT dalam pengendalian nyamuk sebagai vektor penyakit ini, jauh bermanfaat dan mampu menekan angka kematian sampai 6 juta pada 1936 dan sekitar 2,5 juta pada tahun 1970.
Belakangan diketahui bahwa, DDT sangat persisten di alam, sehingga dikhawatirkan muncul jenis nyamuk dengan daya tahan alami yang lebih tinggi terhadap insektisida DDT.
Pestisida cukup beracun untuk mempengaruhi seluruh kelompok taksonomi biota, termasuk makhluk bukan sasaran, sampai batas tertentu bergantung pada faktor fisiologis dan ekologis;
Banyak pestisida tahan terhadap degradasi lingkungan sehingga mereka dapat tahan dalam daerah diberi perlakuan dan dengan demikian keefektifannya dapat diperkuat, namun sebaliknya sifat ini juga memberikan pengaruh jangka panjang dalam ekosistem alamiah.
Senyawa-senyawa yang sangat persisten terdistribusi melalui rantai makanan, seperti insektisida organoklorin, terbukti terdapat pada semua organisme hidup. Residunya telah ditemukan pada jaringan anjing laut dan pinguin di Antartika, dan ikan-ikan di sekitar terumbu karang dan laut dalam, serta pada air susu ibu di seluruh dunia.
DDT misalnya terus-menerus ditemukan pada jaringan lemak manusia pada konsentrasi yang dapat dideteksi, walaupun konsentrasi konsentrasi tersebut cenderung menurun sejak penggunaan insektisida ini mulai dilarang di berbagai negara sejak tahun 1980-an.
Walaupun telah banyak digunakan pestisida dengan efektifitas tinggi dan persistensi rendah, namun karena cara penggunaannya yang tidak sesuai dengan prosedur dan aturan, justru telah terbukti memberikan dampak yang merugikan.
Misal para petani dengan tujuan keuntungan panen, yaitu produk pertanian tidak dimakan hama insekta pada saat dipanen sehingga penampilannya menjadi sangat segar dan menarik, maka para petani justru menyemprotkan insektisida berkali- kali sebelum waktu panen tiba.
Tindakan ini menyebabkan konsentrasi insektisida yang tinggi pada produk pertanian “sayuran atau buah- buahan”, yang pada akhirnya akan merugikan kesehatan manusia.
Bahan kimia pestisida pertama kali diklasifikasikan berdasarkan fungsi dan penggunaan utamanya, seperti insektisida “pembasmi serangga”, fungisida “pembasmi jamur”, dan sebagainya. Selanjutnya, berdasarkan klasifikasi di atas, berbagai senyawa pestisida dikelompokkan berdasarkan hubungan dan kemiripan dari struktur dan kandungan bahan kimianya.
-
Insektisida
Secara luas terdapat empat kelompok besar insektisida yaitu: organoklorin, organofosfat, karbamat, dan senyawa sintetik botani dan derivatnya.
Kelas kedua dari insektisida adalah golongan organofosfat. Organofosfat umumnya adalah racun pembasmi serangga yang paling toksik secara akut terhadap binatang bertulang belakang, seperti ikan, burung, kadal/cicak, dan mamalia. Kenyataannya insektisida organofosfat lebih banyak ditemukan sebagai penyebab keracunan pada manusia. Pada umumnya insektisida organofosfat lebih mudah terurai di lingkungan ketimbang golongan organoklorin.
Organofosfat juga dapat merangsang timbulnya efek neurotoksik, yang menyerupai efek kecanduan alkohol, diabetes atau berbagai kecanduan obat-obatan.
Senyawa fosfor organik lain memiliki kemampuan untuk meningkatkan potensi “toksisitas” insektisida ini, dengan cara menghambat kerja mekanisme penawar racun tubuh.
Kelompok ketiga dari insektisida adalah golongan karbamat. Golongan ini paling banyak digunakan di dunia. Kerja insektisida karbamat adalah hampir sama dengan organofosfat, yaitu menghambat kerja enzim asetil kolinesterase.
-
Herbisida
Herbisida digunakan untuk membasmi rumput liar dalam pertanian, perkebunan dan pertamanan. Herbisida berbeda-beda dalam selektivitasnya, persisten dalam jaringan dan lingkungan, dan kemampuan untuk diserap oleh tumbuhan.
-
Fungisida
Jamur merupakan parasit pada organisme hidup, mendapatkan makanan dengan melakukan penetrasi ke dalam jaringan pejamu. Fungisida digunakan untuk mencegah perusakan oleh jamur pada tanaman seperti, kentang, apel, kacang tanah, dan tomat. Penggunaan fungisida bisa dengan cara penyemprotan langsung ke tanaman, injeksi batang, pengocoran pada akar, perendaman benih dan pengasapan (fumigan).
Fungisida dapat membahayakan manusia dan berbagai organisme non jamur, terutama bila paparannya terjadi dalam dosis tinggi. Residu anti jamur yang terdapat pada bahan-bahan pertanian juga bisa membahayakan. Karenanya, aplikasi bahan ini sangat disarankan agar sesuai kebutuhan dan tidak berlebihan.
Golongan fungisida yang terbukti memiliki efek toksik sangat tinggi biasanya sudah dilarang pemerintah, contoh fungisida dengan bahan aktif vinclozolin.
Saya adalah pejuang pangan organik, hal ini di karenakan banyaknya hal negativ yang saya rasakan jika tidak mengkonsumsi makanan organik, seperti daya tahan tubuh yang mudah drop dan lainnya